Hello Fellas!
Sepertinya sudah lama sekali saya tidak menulis cerita perjalanan ya? hehehe.
Yap, beberapa waktu yang lalu saya memiliki kesempatan untuk sejenak refreshing dari kepenatan sehari-hari. Secara kebetulan pula saya memiliki pemikiran, tidak ada salahnya jika saya memberikan reward pada diri saya sendiri pasca kelulusan studi master di salah satu universitas di Bandung, hehe. Seperti kata pepatah:
“Work hard to play smart, Homo Ludens!”
Yang kurang lebih artinya, kita boleh bekerja keras, tetapi jangan lupa akan keseimbangan, karena manusia dilahirkan sebagai Homo Ludens, yang berarti Manusia Makhluk Bermain. Perkataan pepatah diatas adalah salah satu motivasi saya untuk melakukan perjalanan sederhana ini. Karena percaya atau tidak, keseimbangan dalam bekerja dan bermain (refreshing sesuai passion masing-masing) akan berpengaruh besar terhadap manajemen stress dan tingkat produktivitas kita. Just try it!
You’ll right fellas!, video diatas adalah TRAILER atau cuplikan dokumentasi video dalam perjalanan saya.
Perjalanan ini diawali dengan obrolan ringan bersama sahabat saya Agus Supratman atau dikenal dengan Suhu Upil UrgDubai. Kami berdua sama-sama memiliki keinginan untuk jalan ke timur, namun tujuan akhir kami tidak sama. Kok bisa tidak sama? Yap, kami merencanakan untuk jalan ke timur dari Bandung dengan tujuan default adalah Pacitan. Untuk selanjutnya kami merencanakan lanjut ke timur lagi sebagai tujuan tentatif, atau belum pasti, tergantung situasi dan kondisi. Sedangkan saya sendiri, jika memang ke arah timur lagi, kemungkinan besar hanya sampai Malang, tanah kelahiran saya, mengingat beberapa hari setelah itu bertepatan dengan Hari Raya Iedul Adha, jadi saya berkeinginan untuk pulang kampung sejenak.
Setelah mengalami beberapa kali penundaan keberangkatan karena salah satu dari kami tiba-tiba ada kesibukan mendadak dan alasan kesehatan, akhirnya, nothing to lose, kami pun memutuskan berangkat tepat tanggal 1 Oktober 2014, jalan ke arah timur dengan tujuandefault adalah Pacitan, via jalur Daendels. Namun untuk hari pertama, kami hanya menargetkan bermalam di Yogyakarta, tidak sampai Pacitan. Mengingat kami berkeinginan menikmati perjalanana secara maksimal, jalan santai, dan nikmati apa yang sudah disajikan oleh alam.
Jalur Daendels memiliki perhatian tersendiri bagi kami, karena kami sama-sama belum pernah melewati jalan lurus sepanjang 173km tersebut yang menghubungkan Cilacap hingga Bantul. Kira-kira ada apa aja sih disana?hehe.
And, here we go!
Hari Rabu, 1 oktober 2014
Kami sepakat untuk menentukan titik kumpul di Indomaret Kiaracondong, Bandung, pada pukul 05.00. Tidak perlu saling menunggu lama, kami berdua sama-sama datang tepat waktu, dan 15 menit kemudian kami pun berangkat meninggalkan Kota Bandung. Sedikit mengejar waktu di awal perjalanan, untuk menghindari terjebak kemacetan di Rancaekek karena jam masuk pabrik, dan kami pun berhasil! Alhamdulillah kami tidak sampai terjebak kemacetan hingga masuk daerah Nagreg.
Sekitar pukul 07.00 kami sudah melewati Tasikmalaya dan terus jalan menuju Ciamis. Posisi saya saat itu berada di belakang Agus, dan saya melihat tekanan angin di roda belakang motornya tampak semakin berkurang. Sehingga saya berinisiatif untuk berhenti saja terlebih dahulu di pom bensin terdekat untuk melakukan pengecekan.
Agus mengutarakan, memang beberapa hari terakhir ban motor nya memang rada bermasalah. Tekanan angin selalu berkurang, sedangkan sudah di cek berulangkali tidak ada kebocoran. Dugaan pertama dikarenakan cairan anti bocor yang berpengaruh terhadap menyusutnya udara. Hmmm, kami cukup sering berhenti mencari tukang tambal ban yang sanggup menyelesaikan masalah. Hingga akhirnya di tukang tambal ban ke 4 baru sanggup, Ia mengganti pentil karet dan ternyata, Solved! Ban sudah tidak bocor lagi! Cukup banyak waktu terbuang disini, but, who cares? Just enjoy your trip.
Saat sambil menunggu proses ganti pentil, Agus sempat mengajak saya untuk coba melewati jembatan Kereta Api Cirahong. Sebagai seorang railfans, saya tentunya menyanggupi ajakannya, karena sejak dahulu memang sudah penasaran sekali merasakan sensasi melintasi jembatan unik ini. Tanpa pikir panjang, dari Ciamis kami pun menuju arah Manonjaya, Tasikmalaya, untuk melewati jembatan Cirahong. Bagi kalian yang penasaran tentang Jembatan Cirahong, kalian bisa memasukkan koordinat -7.340011, 108.317324 ke GPS atau gadget kalian.
Berikut beberapa foto lain saat kami berada di Jembatan Cirahong:
Melewati jembatan Cirahong, kami tidak lurus menuju Manonjaya, dikarenakan malah melawan arah tujuan kami. Jadi di ujung jembatan kami berhenti sejenak, sempat menyaksikan KA Pasundan jurusan Kiaracondong – Surabaya Gubeng melintasi jembatan tersebut, lau kami pun memutar balik, dan lanjut menuju Banjar. Pukul 11.00 kami berada di Banjar, saat itu saya berangkat belum sempat sarapan, jadi saya mengajak Agus untuk sedikit memajukan jam makan siang. Dan pilihan kami jatuh pada warung tepi jalan yang menyajikan masakan rumahan.
Sekitar 30 menit kami istirahat makan siang, selanjutnya kami langsung tancap gas mengejar waktu menuju Cilacap. Sempat terkejut saat melintasi perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah, jalur Majenang yang biasanya terkenal akan lubang-lubang besar, saat ini sudah mulus. Beruntung pikirku saat itu. Sesampainya di Wangon, kami berhenti sejenak, dikarenakan cuaca terik yang panas, jalan berliku dengan aspal bergelombang, mengakibatkan barang bawaan kami harus di cek kembali. Just in case, siapa tahu ada tali atau baut yang longgar karena getaran.
Pukul 14.00 kami telah sampai di Cilacap, di tepian sungai Serayu, yang menjadi titik awal kami melewat jalur Daendels. Kesan pertama, hmm, ternyata jalan tidak terlalu lebar, dan aspal nya pun cukup bagus. Sekitar 75km dari Cilacap hingga masuk ke perbatasan Kebumen, kalian tidak akan pernah membelokkan setang motor kalian. Yap, jalanan 95% adalah trek lurus! Namun, walaupun trek yang disajikan didepan mata cocok untuk menjajal kemampuan motor, tapi kami berdua lebih memilih jalan santai di kisaran 75kpj. Jalan lurus tidak selamanya nyaman, terkadang rasa ngantuk pun menyerang, namun saya memiliki obat jitu jika ngantuk, yaitu dengan bernyanyi sekeras-kerasnya di balik helm. hahaha. Classic but effective!
Pada koordinat -7.716229, 109.387536 kita bertemu dengan sebuah jembatan, yang memiliki pemandangan kanan dan kiri nya yang luar biasa! Tepat didepan, di ujung jembatan adalah gapura masuk wilayah Kabupaten Kebumen. Adalah jembatan Kali Bodo, terbentang sepanjang 554m yang menjadi penghubung sekaligus perbatasan Kabupaten Cilacap dan Kebumen. Sisi lain yang menarik, jembatan ini bagaikan rest area sejenak dari trek lurus yang sudah kami lalui sepanjang 75km, dikarenakan setelah ini akan memasuki perbukitan dengan jalan yang berkelok-kelok. Yeah! tikungan lagiiii ! Sebelumnya, tidak lupa kami berfoto sejenak di atas jembatan Kali Bodo.
Kami melanjutkan perjalanan kembali. Sempat berencana belok ke Pantai Ayah, namun saat itu tampak sedikit ramai dengan muda-mudi yang berpacaran, jadi kami memilih terus saja. Mulai mendaki bukit, jalanan berkelak kelok, feeling saya saat itu membayangkan akan bertemu banyak spot menarik untuk melihat laut dari ketinggian. Dan ternyata benar! baru 2km menaiki bukit, kami sudah menemukan spot menarik yang bisa melihat Pantai Ayah dari ketinggian !
Kami berhenti sejenak di pinggir untuk mengamati seberapa memungkinkan motor untuk dibawa masuk kedalam. Walaupun kami berdua termasuk suka blusukan, tapi saat itu kami memilih skala prioritas, agar bisa lama di Pantai Menganti. Jadi motor kami parkir di tepian jalan, dan kami berjalan menyusuri jalan setapak hingga akhirnya terlihat pemandangan seperti ini.
Dari puncak bukit ini kita dapat melihat jembatan Kali Bodo yang menjadi tempat kami beristirahat tadi. Kami tidak bisa berlama-lama disini, kami harus mengejar waktu hingga nanti sampai di Pantai Menganti, untu beristirahat yang agak lama sekalian. Jarak antara spot bukit ini dan Pantai Menganti tidak terlalu jauh, kondisi jalan tetap berkelak-kelok, namun jangan khawatir, kondisi aspal masih sangat layak untuk dilalui. Tepat pukul 16.00 kami pun sampai di Pantai Menganti. Salah satu yang istimewa dari pantai ini adalah, saat kalian melihatnya dari ketinggian. Pecah banget bro! Karena memang untuk masuk ke wilayah pantai ini kita harus sedikit mendaki bukit, perlahan-lahan, bukit tersibak, dan taraaaaa! muncullah Pantai Menganti !
Melihatnya dari ketinggian sungguh luar biasa, namun saat kalian turun ke pantainya, sebenernya Menganti cenderung biasa saja. Berupa teluk yang sepanjang garis pantainya didominasi jajaran perahu nelayan yang kompak berwarna biru. Kami pun berfikiran, memang nilai jual Menganti adalah untuk dilihat dari ketinggian. Satu lagi, kalian bisa menyaksikan matahari terbenam atau sunset dari Menganti ! Tentu jika kalian beruntung, hehehe. Dan kami salah satu yang termasuk tidak beruntung sore itu, karena menjelang menyentuh garis horizon, matahari terlebih dahulu tertutup awan. Hmm, Okay, maybe next time we will see it!
Pantai Menganti berada di wilayah Kabupaten Kebumen, tepatnya berada di titik koordinat -7.757049, 109.397600 jika kalian ingin mencarinya secara akurat. Jika mengunjungi pantai ini, saya menyarankan segeralah mencari spot ketinggian yang banyak tersedia di sekitar Pantai Menganti, namun hanya untuk penyuka landscape yaa, jika kalian kebetulan dalam keadaan lapar, segeralah turun ke bawah karena disana banyak tersedia warung makan. Kami saat itu memilih untuk turun ke bawah, sekedar ingin tahu seperti apa pantainya, namun kami terus ke arah timur untuk menaiki bukit. Jalan masuk bukit tersebut tampak tertutup portal, namun setelah saya berbincang-bincang dengan warga setempat, mereka memperbolehkan naik begitu saja. Saya pikir kita akan ditarik tiket masuk.. hehe.
Di spot ini kalian akan menjumpai sedikit padang rumput, yang sepertinya sudah didesain menyerupai tribun. Diatasnya berdiri saung-saung yang sepertinya disewakan oleh masyarakat setempat.
Ada satu hal yang menarik (sekaligus pedih) dari lokasi saung ini. Saat itu ada seorang pria yang melamar pasangan wanita nya. Ia bersama teman-temannya mengangkat susunan kata yang berukuran cukup besar, bertuliskan, “Will You Marry Me?”. Sontak hal ini menarik perhatian pengunjung lain, termasuk saya, yang beruntung tidak terlalu ramai. Para pengunjung pun dengan kompak berteriak “Say yes! say yes! say yes!” berulang kali. Mungkin saat itu memang hari yang cukup indah bagi sang pelamar, lamarannya diterima! Tampak wajah-wajah gembira dan ucapan selamat bertubi2 datang kepada pasangan tersebut. Hahahaha… setelah ikut menyalami, saya pun memilih meninggalkan spot tersebut, dan kembali menemui Agus yang menunggu di bawah terlebih dahulu. #AkuRapopo
Saya sengaja tidak memotret nya, karena saya pikir kurang etis.hehehe. Biarlah menjadi momen bahagia bagi mereka berdua. Ceileeeh..
Mungkin bukit ini adalah spot yang dianggap romantis, oleh karena itu banyak dibangun saung atau pondokan yang disewakan dengan nominal 5rb hingga 10rb. Disajikan hamparan laut lepas, deburan ombak, serta pemandangan sunset yang menyejukkan hati.
Ahh, tak terasa hari sudah mulai gelap. Kami pun harus segera meninggalkan Pantai Menganti. Sejenak menikmati matahari tenggelam yang tidak sempurna, kami pun langsung melanjutkan perjalanan menysuri Daendels kembali sejauh 105km hingga Bantul, DIY. Target kami saat itu adalah makan malam di Sate Ambal. Kuliner ini sangat membuat penasaran bagi saya pribadi, karena banyak rekan yang bilang, dan menyarankan harus mampir ke Ambal untuk mencoba sate nya.
Pukul 19.30 kami telah sampai di Desa Ambal, Kebumen. Setelah melalui jalan luruuuuuus dalam keadaan gelap gulita. Agak spooky juga melalui jalanan Daendels pada malam hari. Sangat disarankan untuk mengisi tangki bensin kendaraan hingga full sedari Cilacap, dikarenakan sepanjang Daendels tidak akan ada pom bensin, yang ada hanyalah penjual bensin eceran. Berkendara di tempat yang spooky, kuncinya adalah selalu berfikir positif, dan menjaga tempo kecepatan kendaraan, dan konsentrasi pada jalanan didepan yang cukup gelap, Inshaa Allah perjalanan akan lancar-lancar saja..hehe.
Sekarang kulinernya nih, mengenai Sate Ambal, di lokasinya akan dijumpai banyak warung penjual Sate Ambal. Yang membedakan sate khas Ambal dengan sate-sate yang lain, menurut saya sih, ada di bumbu kacangnya. Jika seperti Sate Madura sebagai contoh, bumbu kacang menggunakan kacang tanah yang diolah, nah jika di Ambal menggunakan kacang kedelai, jadi cita rasa bumbu kacang lebih mirip tempe. Menurut saran teman-teman sih, jika kalian ingin berkunjung ke Ambal, pilih warung yang paling besar dan ramai. Untuk lokasinya, kalian bisa set titik koordinat Sate Ambal di sini -7.831856, 109.900234. Sate Ambal merupakan kuliner wajib saat kalian melintasi jalur Daendels di wilayah Kebumen, konon, belum ke Daendels katanya kalo belum coba Sate Ambal.hehehe.
Satu hal yang bikin saya tertawa. Semenjak Cilacap, hingga kebumen, masyarakat setempat sudah mulai bicara dengan Bahasa Jawa. Saya asli Malang, sedangkan celakanya Agus adalah sunda tulen, yang pasti kesulitan kalo denger Bahasa Jawa. Saat-saat seperti inilah saya merasa dendam saya terbalaskan, hahaha. Karena setiap kali jalan bareng Agus di wilayah jawa barat saya selalu dipaksa Roaming, karena Ia selalu biacara bahasa Sunda dengan masyarakat di pelosok bumi Pasundan. Hahahaha, rasain Gus, piye, ngerti ora kowe ngomong boso jowo? Mantep to? Penak tenan to? hahaha.
Sekitar pukul 21.00 kami sampai di Bantul. Kami sedari awal memang mengagendakan mencari penginapan di Bantul. Tidak menyiapkan list penginapan sebelumnya adalah kesalahan besar bagi kami malam itu, hanya mengandalkan google, ditambah kondisi badan yang mulai lelah, kami sedikit kesulitan menemukan penginapan. Hingga akhirnya kami mempertimbangkan untuk jalan saya ke arah Parangtritis. Dengan pertimbangan, daerah wisata pantai tentu pasti banyak penginapan. Mengecek GPS, jarak dari bantul menuju Parangtritis hanya berkisar 9km saja. Oke lah, kita menuju parangtritis saja.
Pukul 22.00 kami sudah menemukan penginapan. Kami segera beberes, kemudian segera beristirahat. Sadar akan keterlambatan waktu istirahat kami, sedangkan besok perjalanan masih panjang.
Okay, besok, dari Losmen Laras di Parangtritis ini kita akan bertolak menuju Pacitan!
See you tommorow!
Jika kalian ingin menikmati perjalanan hari pertama dalam video, bisa kalian saksikan dibawah ini ya.. Enjoy!
Sedikit curcol tuh di paragrap pas bukit menganti
yo wis ben..
action camnya pake apaan sih mas?
Go Pro mas
lampu led nya terang ga mas yg dipakai? itu yg hanya 1 led kan?
selamat lulus mas π
tiap perjalanan punya ceritanya masing-masing, hehe
walau jalan ini sudah beberapa kali melewatinya dan sudah banyak juga RR-nya tetap saja tiap cerita layak di simak π
hahaha… aku rapopo